Kompas, Selasa 04 November 2014
Menunaikan
Dendam Kemiskinan
Haji Rumdoni, lahir di Depok,
Jawa Barat. Kini berusia 49 tahun. Ketika duduk dikelas tiga sekolah dasar Doni
selalu teringat tentang pengalaman hidupnya yang tidak bisa menikmati daging.
Peristiwa itu sering terjadi
setiap tahun oleh Doni tepatnya pada saat hari kemenangan. Ibunya berusaha
memberikan pengertian bahwa kondisi perekonomian mereka yang tidak mampu untuk
membeli daging. Hidup didalam keterbatasan memang membuat sebagian harapan Doni
kandas ditengah jalan.
Doni pun membuat tekad yang
bulat yang ia namakan dendam, yaitu ia harus keluar dari jurang kemiskinan. Doni
tidak menginginkan belas kasih dari orang lain karena ia bukan pengemis, dan
Doni masih bisa mandiri untuk bekerja. Doni mengorbankan masa kanak-kanaknya
untuk bekerja. Ia belajar berjualan daging sapi di Pasar Cisalak, Cimanggis,
Depok, Jawa Barat. Hasil keuntungan berdagangnya ia pakai untuk memperluas
usahanya dan ia berhasil menguasai pasar daging sapi di wilayah Depok, Bogor,
dan Jakarta Timur.
Sebelum usaha perdagangan sapi,
Doni juga sempat berjualan kerupuk, dan jual beli mobil. Dengan tekad yg bulat
ia pun dapat menyulap akses jalan menuju Ui menjadi gerai sapi setiap menjelang
Hari Raya Kurban. Saat usahanya berhasil, Doni mempersembahkan usahanya untuk sang
bunda, karena menandakan Doni adalah anak yang berbakti.
Sukses tentunya memerlukan
perjalanan yang panjang dan berat. Doni pernah merasakan pahitnya berdagang
sapi hingga rugi sekitar 400 juta pada tahun 1998. Pelanggan disejumlah pasar Jakarta Timur membawa lari
sapi yang ia kirim tanpa dibayar. Namun, ia tidak pantang menyerah ia bangkit
untuk memulai usahanya dari awal. Jiwa tekad Donilah yang menurut saya harus
dicontoh. Belajar dari pengalaman karena pengalaman adalah guru kita dimasa
depan. Tetapi Doni merasa dendam pada masa kecilnya sudah lunas. Dendamnya pada
masa kecil sudah dibayar dengan kesejahteraan keluarganya yang meningkat, ia
mempunyai pelanggan setia, seperti komunitas warga Turki di Indonesia yang
selalu memenuhi rumahnya pada hari raya kurban.
Kebaikan, ketulusan
dan berbaktinya kepada orang tua wajiblah kita tiru. Karena ia berkata “ kini,
tugas saya adalah membantu orang lain yang belum beruntung. Saya menghargai
mereka yang tekun dan jujur sebagaimana filosofi dagang yang telah saya
terapkan selama bertahun-tahun. Dendam saya sudah lunas, namun tugas saya belum
selesai”
Melihat sosok Bapak Doni, saya menjadi menyadari pentingnya bersyukur, karena tidak semua orang dapat memiliki kehidupan semudah saya sekarang. Semoga dengan adanya tulisan ini, dapat membuka hati para pembaca yang lain, akan pentingnya bersyukur.
ReplyDeleteSosok Bapak Doni sangat menginspirasi. Ia tidak tinggal diam didalam kemiskinan, ia mencoba bangkit dari ia kecil hanya sebagai penjual daging sapi hingga saat dewasa dapat menguasai pasar daging sapi di Depok, Bogor, dan Jakarta Timur. Tentulah semua ini memerlukan usaha yang besar. Tetapi karena adanya niat dan tekad yang kuat, ia dapat menjadi seperti ap yang ia mau.
ReplyDeleteThanks ghin buat kutipan sosok yang sangat menginspirasi;)
Semangat Bapak Doni untuk bangkit dan menghapus kemiskinan ini perlu dicontoh. Selain itu, Bapak Doni melakukan hal teresebut dengan cara yang positif, tidak dengan cara yang negatif dan melanggar aturan. Perlu dijadikan teladan untuk kita semua
ReplyDelete