Kompas, Selasa 21
Oktober 2014
Menularkan
Kecintaan pada Buku
Heni
Wardatur Rohmah, lahir di Rembang, 27 Februari 1977. Kini berusia 37 tahun. Heni
merupakan sosok yang gemar membaca. Ia pun ingin menurunkan kecintaannya kepada
buah hatinya.
Kegemaran
Heni dan anak-anaknya mendapat dukungan dari suami tercinta, Nuradi Indra
Wijaya. Tanpa ia sadari koleksi buku dan novel dari tahun 2002 kini sudah
terkumpul sekitar 600 eksemplar. Karena Heni tidak ingin keluarga kecilnya saja
yang menikmati buku bacaan bagus, ia pun meminjamkan koleksi buku
diperpustakaan keluarganya kepada sekolah-sekolah yang membutuhkan secara
bergilir. Kegiatan Heni dan keluarganya yang membantu perpustakaan sekolah-
sekolah telah menarik perhatian pemerintah daerah setempat.
Dukungan
kepada Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Mata Aksara untuk menyebarluaskan gerakan
literasi kepada masyarakat juga bisa terwujud dengan adanya sumbangan sepeda
motor keliling dari pemerintah. Heni semakin terpacu untuk bisa berbuat lebih
banyak. Seperti mengajak orang untuk suka membaca dan merasakan manfaat dari
berbagai buku yang telah disediakan TBM
Mata Aksara, yang didirikan pertengahan 2010 di Kabupaten Sleman, Daerah
Istimewa Yogyakarta.
Bukan hanya
anak muda saja yang bisa mengakses buku-buku ini namun para ibu-ibu,
bapak-bapak, termasuk para petani dan peternak juga bisa membaca dan menambah
ilmu-ilmu yang lebih praktis. TBM Mata
Aksara ini bukan hanya berisi tentang buku-buku saja namun pelestarian budaya
tradisional juga dikembangkan. Kegiatan ini dibangun bertujuan untuk membangun
kebersamaan, kekompakan, dan persaudaraan. Salah satu keunikan dari TBM Mata Aksara ini
adalah terdapat rumah pohon yang tingginya 3 meter, ia membangun rumah pohon
bertujuan sebagai tempat berkumpul setelah kuliah atau pulang sekolah.
Saat hadir
di Festival TBM di Kendari, Sulawesi Tenggara, September lalu, stan TBM Mata
Aksara menarik perhatian pengunjung. Foto-foto kegiatan mereka, seperti
pertanian, peternakan ikan lele, pembuatan kompos dan decomposer, hingga
beragam keterampilan tangan pun dipajang.
Hal itu membuktikan bahwa membaca buku itu tidak ada yang sia-sia semua
ada manfaatnya.
Sarana ini
sangat membantu. Dengan diperkenalkannya pupuk organic cair dan kompos decomposer,
petani salak pondoh Kabupaten Sleman, mulai dapat melepas dari ketergantungan
pada pupuk kimiawi yang mahal. Hasil panen mereka membaik dan harganyapun lebih
tinggi. Tidak hanya petani atau peternak, ibu-ibu juga bisa mempraktekan
langsung buku-buku keterampilan, seperti menghias hijab, membuat kue, membuat
payet dan lain sebagainya.
Dengan ilmu-ilmu
yang praktis yang didapatkan dari buku para petani,dan peternak tertarik untuk
membaca buku. Oleh karena itu TBM Mata Aksara tersedia untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat.
Menurut
saya, sifat peduli, rela menolong dan keikhlasan seorang Heni Wardatur
Rohmah-lah yang harus kita contoh. Beliau mempunyai tekad positif yang kuat
untuk mengajak orang membaca dan merasakan mafaatnya. Beliau juga meminjamkan
buku-buku ke sekolah-sekolah secara bergantian dan membagikan rak-rak buku
untuk penataan. Bahkan bukan hanya anak muda saja yang mendapatkan manfaatnya
namun para petani,peternak dan ibu-ibu pun dapat merasakan manfaatnya. Beliau berkata
“Saya merasa bahagia melihat ekspresi orang yang menjadi percaya diri bahwa
mereka pun bisa berkarya. Hal itu menyemangati saya untuk terus berbuat.”
Pada intinya,
membaca itu tidak sia-sia. Sedikit apapun kita membaca pasti ada manfaat yang
terkandung yang akan menambah pengetahuan kita. Jangan pernah takut untuk
memulai sesuatu, karena dengan membuka dan membaca buku kita dapat berkarya dan
berinovasi.
Ghina Aninnas
Psychology
LA64
Setelah membaca artikel ini, saya jadi merasa kagum dengan Ibu Heni. Selain karena ia gemar membaca, ia juga memiliki hati yang mulia dengan meminjamkan koleksi buku yang ia punya secara bergilir ke sekolah-sekolah maupun orang-orang yang membutuhkan ilmu tanpa memandang status, umur, dsb. Sehingga semua kalangan bisa mendapatkan informasi dan memenuhi kebutuhan mereka dari buku-buku yang merupakan koleksi Ibu Heni.
ReplyDelete