Kompas, Selasa 23
Desember 2014
Pejuang
Tanah Adat
Perjuangan Momonus berawal pada
bulan Juli 2005, dimana Momonus dan warga lain harus berhadapan dengan para
perusahaan yang ingin mengambil alih lahan adat mereka. Perusahaan terus
membabat hutan di wilayah hutan adat Desa Semunying Jaya. Puluhan pemukiman
kepala keluarga ikut digusur. Hutan itu terdiri dari kelapa sawit yang
dipelihara turun temurun, dan tanah adat mereka adalah sumber penghidupan untuk
masyarakat setempat.
Mereka melaporkan hal ini
kepada polisi, namun mereka tidak mendapat pembelaan dari pihak polisi. Momonus
dan beberapa warga justru dianggap melawan hukum dan ditahan selama 20 hari,
padahal pada tahun 2009 sudah ada kesepakatan bahwa Bupati Bengkayang
menyetujui bahwa tanah yang ditanami kelapa sawit merupakan tanah adat. Momonus
juga sempat disogok agar Momonus dan warga yang lainnya menghentikan aksi
protesnya tapi Momonus menolaknya. Momonus dan warga terus melakukan berbagai
cara untuk menolak pengambil alihan lahan.
Pada tahun 2014 mereka
mengadukan masalah pada tanah adat ini ke Wahana Lingkungan Hidup Kalbar,
Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Kalbar, dan komisi HAM. Mereka tidak
mendapatkan hasil yang jelas. Pihak perusahaan mengatakan bahwa urusan masalah
ini sudah selesai dari tahun 2004.
Keadilan di Indonesia memang harus
ditingkatkan agar bisa membela yang seharusnya untuk dibela bukan membela
kepada orang yang salah. Membaca sosok ini saya sangat kagum dengan Bapak
Momonus dan warga yang tidak putus asa membela tanah adat mereka. Tanah adat
bagi mereka sangat penting karena dipelihara secara turun temurun, sudah seharusnya
kita bisa menerima perbedaan dan menghargainya.
No comments:
Post a Comment